Tari Topeng Cirebon
Tari topeng adalah salah satu tarian
tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika
beraksi sang penari memakai topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk
Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur.
Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji
Dewa.
Melalui
seniman jalanan (pengamen) seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan
kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa Cirebon
menjadi pusat penyebaran Agama Islam (zaman Wali Songo) , Syekh Syarif
Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh
Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran
Agama Islam yang juga sebagai tontonan dilingkungan keratin disamping 6 (enam)
jenis kesenian lainnya seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung,
Reog dan Berokan.
Dalam
perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan
memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal
dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng
Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai
penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda
(berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba
dan Panji.
Beberapa
orang beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang
dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik,
tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita, melainkan hanya
sekedar pertunjukan seni semata.
Jenis Tari Topeng Cirebon
Semua jenis
topeng ini akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang
diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut
juga Topeng Panca Wanda :
1. PANJI “wajahnya yang putih bersih melambangkan
kesucian bayi yang baru lahir. Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan
pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu,
atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya
senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah
(dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong
urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan,
bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi
hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai
salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama
penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu
struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang
yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali
di Losari, para dalang topeng Cirebon pada umumnya tidak mengaitkan tariannya
dengan tokoh Panji seperti dalam cerita Panji. Artinya, nama tari tersebut
bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata Panji hanya dipinjam untuk menyatakan
salah satu karakter tari yang halus, yang secara kebetulan karakternya sama
tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan sepanjang yang diketahui saat ini,
topeng di daerah ini adalah satu-satunya gaya yang tidak menampilkan kedok
Panji sebagai tari yang ditampilkan pada bagian pertama (babakan). Gaya ini
tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di daerah lain. Kedok Panji justru
ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar memerankan tokoh
Panji.”
2. Samba (Pamindo), topeng anak-anak yang
berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng
Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat
berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga
sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk
topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan
digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang
tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji
ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter
tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan
karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga
sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan
seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya,
mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan
perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
3. Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang
remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang yang penuh kehati-hatian, dan
terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang manusia yang perilaku dan
tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran seorang manusia yang sudah
mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai dengan nama tarinya, rumyang
atau kembang kapas.
Topeng
Rumyang sewanda dengan topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari
topeng tersebut. Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun
sebagain daerah lagi menampilkannya pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini
boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut
ditampilkan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan
manusia, dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena
pertunjukan topeng itu dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui bahwa,
akhir pertunjukan wayang kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu rumyang.
Karena itulah, mengapa topeng Rumyang itu diakhirkan.
4. Patih (Tumenggung), topeng ini
menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta
bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan tarian pembuka pertunjukan
dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan erat dengan struktur
pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi. Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis
menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di dalamnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih terdiri dari
tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur gerak tari, unsur tata rias dan busana,
unsur musik pengiring dan unsurpanggung
pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur
.
5. Kelana (Rahwana), topeng yang
menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari topeng Klana adalah gambaran
seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa
mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak disenangi oleh
penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah
marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu
pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur
tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang
belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa
dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi
dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu
Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu
Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu
mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh
Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam
cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan
sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana
dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan
kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang
ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian
kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang
disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan
sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong. Menurut Hasan Nawi,
salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap
manusia seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah
mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa
yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya
dengan topeng anak-anak.
ALAT MUSIK PENGIRING
1.
REBAB
REBAB adalah
jenis alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan
menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika
Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas
sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan
dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi
yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau
rubab).
Ukuran rebab
biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran
seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada
leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar.
Tidak ada papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan
atau di lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab,
meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat
terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak
dunia Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak, Joza,
yang memiliki empat senar
2. GAMELAN
Gamelan
adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang,
dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana
merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata
Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan
terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai
jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa
lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
3. GENDER
Gender
adalah alat musik pukul logam (metalofon) yang menjadi bagian dari perangkat
gamelan Jawa dan Bali. Alat ini memiliki 10 sampai 14 bilah logam (kuningan)
bernada yang digantungkan pada berkas, di atas resonator dari bambu atau seng,
dan diketuk dengan pemukul berbetuk bundaran berbilah dari kayu (Bali) atau
kayu berlapis kain (Jawa). Nadanya berbeda-beda, tergantung tangga nada yang
dipakai. Pada gamelan Jawa yang lengkap terdapat tiga gender: slendro, pelog
pathet nem dan lima, dan pelog pathet barang.
4. KECAPI SULING
Kecapi
suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan
populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik, kecapi dan
suling
5. GONG
Gong
merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak
lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang
telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah
dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
Komentar
Posting Komentar